
MATARAM–Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (Wagub NTB), Hj. Indah Dhamayanti Putri, SE., M.I.P., membuka bimbingan teknis (bimtek) bagi pelaku usaha obat bahan alam dan stakeholder di Aula Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram, Senin (8/9/2025).
Bimtek bertajuk “Wujudkan Obat Bahan Alam NTB yang Aman, Berdaya Saing, dan Mendunia” ini digelar sebagai wujud sinergi Pemprov NTB dengan BBPOM dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terkait keamanan produk pangan, jamu tradisional, maupun kosmetik.
Dalam sambutannya Wagub NTB mengingatkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat penting demi melindungi masyarakat dari bahaya produk ilegal.
“Kita ingin masyarakat terlindungi dari produk berbahaya, sekaligus mendorong potensi jamu dan tanaman obat lokal untuk berkembang sebagai produk unggulan daerah,” tegasnya.
Kepala BBPOM Mataram Yosef Dwi Irwan menyebutkan bahwa pengawasan pada tahun sebelumnya masih menemukan produk OBA yang tidak memenuhi ketentuan, seperti tanpa izin edar dan mengandung Bahan Kimia Obat (BKO).
Data BBPOM menunjukkan, sepanjang 2024 ditemukan 42.699 produk obat bahan alam ilegal di Indonesia dengan nilai ekonomi mencapai Rp1,7 miliar. Di NTB, pengawasan tahun 2023 menemukan lebih dari 4.400 produk ilegal senilai Rp43 juta, meningkat tajam pada 2024 dengan 33.166 produk senilai Rp418 juta.
“Oleh karena itu, kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman para pelaku usaha agar dapat menghasilkan produk jamu dan obat tradisional yang aman, bermutu, dan bermanfaat,” bebernya.
Dalam Bimtek tersebut Yosep menyampaikan berbagai aspek penting, di antaranya ketentuan umum OBA, hasil pengawasan, perbedaan OBA dengan obat kimia sintetis, bahaya OBA mengandung BKO, strategi promosi jamu, hingga sanksi hukum terhadap pelanggaran penggunaan BKO.
Lebih lanjut disampaikan bahwa potensi Obat Bahan Alam di NTB sangat luar biasa dan masih bisa terus digali serta dikembangkan menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
“Contohnya kelor, yang dikenal sebagai super food dengan kandungan antioksidan tinggi. Dengan pendampingan dari Badan POM, kelor dapat diolah menjadi produk obat bahan alam yang terstandar dan bernilai tambah. Begitu juga dengan berbagai rempah seperti jahe, kunyit, dan lainnya yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan,” ujarnya.
Yosep menekankan, tantangan utama justru ada pada kemauan para pelaku usaha itu sendiri untuk naik kelas.
“Jika sebelumnya hanya memproduksi rempah dalam bentuk irisan kering, kini saatnya diolah menjadi produk bernilai lebih tinggi. Apalagi saat ini tren masyarakat sudah kembali ke alam atau back to nature, dengan keyakinan bahwa obat bahan alam memiliki efek samping yang relatif lebih kecil dibandingkan obat kimia,” tambahnya.
Melalui kegiatan Bimtek ini, pemerintah berharap para pelaku usaha semakin termotivasi untuk menghasilkan produk Obat Bahan Alam (OBA) yang aman, bermutu, dan sesuai standar. Sementara itu, masyarakat juga diimbau untuk menjadi konsumen cerdas dengan selalu menerapkan prinsip Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli obat tradisional maupun jamu.
Ia mengingatkan masyarakat agar tidak tergiur hasil instan dari produk jamu yang dicampur bahan kimia berbahaya. “Jika dikonsumsi jangka panjang, produk seperti itu bisa merugikan kesehatan dan tumbuh kembang anak. Padahal, jamu adalah warisan budaya Indonesia yang harus dijaga kualitas dan keasliannya,” tambahnya.
Yosep menegaskan pentingnya pelaku usaha jamu menjual produk yang bermutu serta berizin edar resmi. Ia juga mengimbau masyarakat memanfaatkan aplikasi BPOM Mobile untuk memverifikasi keaslian nomor izin edar.
Masyarakat dapat memanfaatkan aplikasi BPOM Mobile yang dapat diunduh melalui Play Store dan App Store untuk mengecek legalitas, nomor izin edar, hingga informasi lengkap suatu produk. Dengan begitu, keamanan dan mutu produk yang dikonsumsi dapat lebih terjamin.
“Bila kode produk tidak muncul dalam sistem, bisa dipastikan produk tersebut ilegal atau izinnya sudah kadaluarsa,” jelas Yosef.
Menurut Yosef, BBPOM mengedepankan pembinaan terhadap pelaku usaha. Namun, jika peringatan diabaikan, penegakan hukum menjadi langkah terakhir (ultimum remedium). “Edukasi harus terus digencarkan agar masyarakat terlindungi dari produk berbahan kimia berbahaya,” pungkasnya.
Acara turut dihadiri pelaku usaha jamu, distributor OBA, serta berbagai instansi mitra seperti dinas kesehatan, dinas perdagangan, lembaga pendidikan, dan media. Kehadiran mereka menegaskan komitmen bersama dalam memperkuat pengawasan dan mendukung industri jamu yang sehat di NTB. (lan-pkl)
wagub-ntb-dorong-jamu-lokal-jadi-produk-bernilai-tinggi