Terungkap di Rekonstruksi, Brigadir Nurhadi Diduga Tewas Akibat Pukulan Cincin dan Pitingan BERITA WUKONG778 MUSIC

Tampak para tersangka digelandang penyidik untuk memperagakan peristiwa pembunuhan yang menewaskan Brigadir Nurhadi. (IST FOR RADAR LOMBOK)

MATARAM – Proses rekonstruksi kasus kematian anggota Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda NTB, Brigadir Polisi Muhammad Nurhadi, kembali mengungkap fakta signifikan.

Dua ahli yang dihadirkan penyidik, yaitu ahli beladiri dan ahli forensik, memberikan kesaksian terkait teknik yang diduga menjadi penyebab kematian Brigadir Nurhadi.

Sensei Burhanuddin, ahli beladiri yang dihadirkan dalam gelar rekonstruksi, menyatakan bahwa luka fatal yang dialami Brigadir Nurhadi kemungkinan besar disebabkan oleh pelaku yang terlatih dalam ilmu beladiri.

Saat ditanya apakah orang yang melakukan itu pasti sudah terlatih, Burhanuddin menjawab tegas. “Kalau orang yang tidak pernah belajar beladiri, tentu tidak mungkin bisa melakukan itu. Karena begitu dia dilawan, pasti mereka panik,” jelasnya, Rabu (13/8).

Menurut pria yang akrab disapa Sensei Bur ini, orang yang tidak memiliki dasar beladiri cenderung menggunakan benda keras untuk memukul secara ngawur, bukan melakukan teknik pitingan yang dapat menimbulkan luka fatal hingga korban tewas.

Ia memaparkan dan mempraktikkan cara memukul dengan kecepatan dan ketepatan yang dapat menyebabkan luka, terutama jika disertai penggunaan cincin, serta teknik memiting dan mencekik sebagaimana diperagakan oleh pemeran pengganti dalam rekonstruksi.

Dokter forensik yang hadir juga menerima penjelasan bahwa teknik tertentu dapat menjadi cara paling tepat untuk menyebabkan patah pada pangkal leher dan pangkal lidah, seperti yang dialami korban.

Adapun keterkaitan tersangka dengan ilmu beladiri, Burhanuddin mengarah pada dugaan penggunaan teknik pitingan terhadap korban. “Ya, yang pasti mereka jelas punya dasar ilmu beladiri,” tegasnya.

Ia menambahkan, seluruh anggota Polri memang mendapatkan pelatihan dasar beladiri selama pendidikan. “Begitu masuk Polri memang dilatih dasar beladiri. Bahkan lengkap ilmu beladirinya, tapi hanya sebatas dasar,” bebernya.

Berdasarkan rekonstruksi dan pemeriksaan, ditemukan empat luka kecil di wajah korban yang diduga bekas pukulan menggunakan cincin.

Ketika ditanya apakah luka di wajah menunjukkan perlawanan korban, Burhanuddin menduga korban belum sempat melawan penuh saat dipukul. “Waktu dipukul, saya kira korban tidak sempat melawan. Karena seniornya yang melakukan, paling cuma bilang ‘aduh, aduh’ saja,” katanya.

Perlawanan korban, lanjutnya, kemungkinan terjadi saat dilakukan teknik pitingan. “Saat korban dipiting, disanalah korban berontak. Sehingga ada luka di kaki, lutut, dan leher,” jelasnya.

Berdasarkan analisisnya dari foto-foto luka, teknik pitingan tersebut dilakukan dari belakang korban.

Kuasa hukum IPDA Aris Chandra, I Gusti Lanang Bratasutha, turut berkomentar terkait hal ini. Ia mengaku pendapat ahli itu mengarah pada kliennya, karena diduga hanya IPDA Aris yang memiliki cincin. Brata menyatakan pihaknya akan membuktikan segala pendapat ahli tersebut di persidangan. Ia menekankan pentingnya pembuktian secara yuridis sesuai KUHAP dan menghindari asumsi.

“Pendapat ahli itu nanti kita buktikan di persidangan. Kendati demikian, dalam kasus ini tidak boleh ada yang berasumsi. Perlu pembuktian secara yuridis, karena sudah diatur dalam KUHAP,” tegasnya.

Penyidik masih mendalami peran masing-masing tersangka. Burhanuddin mengaku keterbatasan analisanya hanya pada aspek beladiri dan tidak mengetahui secara pasti siapa pelaku utama di antara para tersangka.

Untuk diketahui, rekonstruksi kasus ini memeragakan 88 adegan: tiga adegan di rumah Kompol Y di Jempong, Kota Mataram; enam adegan di Polda NTB; 21 adegan di Pelabuhan Senggigi; 16 adegan di Fresh Market Senggigi; dan 42 adegan di Gili Trawangan.

Di Gili Trawangan, adegan terbagi di tiga lokasi: Villa Tekek, Natya Hotel, dan Klinik Warna Medica. Rekonstruksi ini merupakan bagian dari petunjuk jaksa setelah berkas perkara tiga tersangka dikembalikan ke Polda NTB. Tujuannya memastikan penyebab kematian Brigadir Nurhadi dan memperjelas peran masing-masing tersangka.

Sebagai informasi, Brigadir Muhammad Nurhadi ditemukan tewas di kolam renang Villa Tekek pada Rabu, 16 April 2025. Sejumlah kejanggalan memicu penyelidikan hingga menetapkan tiga tersangka: Kompol Yogi, IPDA Aris Chandra, dan seorang perempuan panggilan bernama Misri. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (3) dan/atau Pasal 359 jo Pasal 55 KUHP, dengan tambahan Pasal 338 dan Pasal 221 KUHP. (rie)


terungkap-di-rekonstruksi-brigadir-nurhadi-diduga-tewas-akibat-pukulan-cincin-dan-pitingan