YOGYAKARTA – Sepanjang Jalan Malioboro malam ini akan dipenuhi oleh peserta berpakaian adat dan tanpa alas kaki dalam sebuah ritual sunyi bertajuk Lampah Sesaji Rabuk Ayem Nagari. Inisiatif budaya yang digagas oleh Yayasan Taman Sesaji Nusantara ini didukung oleh berbagai komunitas budaya, lintas iman, serta organisasi masyarakat sebagai bentuk perenungan kolektif di tengah gejolak sosial yang memanas.
Acara ini dimulai pukul 20.07 WIB, dengan titik kumpul di depan Hotel INA Garuda. Tanpa teriakan, tanpa orasi, dan tanpa narasi, para peserta akan melangkah perlahan ke arah selatan menuju Titik Nol Kilometer dalam hening — sebuah praktik tapa bisu atau lampah samadhi bantala, sebagai bentuk meditasi tanah (grounding).
“Peserta akan berjalan dalam diam, berbicara melalui simbol-simbol sesaji sebagai bentuk komunikasi non-verbal,” ujar Farhan, koordinator lapangan acara.
Simbolisme Sesaji
Ritual ini tidak hanya berupa pergerakan fisik, tetapi juga sarat dengan makna filosofis yang disampaikan lewat sesaji atau persembahan:
Gedang Sanggan: Simbol harapan besar (ageng engkang dipun gadang).
Tumpeng Kapuranta: Lambang permohonan maaf dan rasa syukur atas kehidupan di atas tanah.
Tumpeng Tawa: Simbol penolak bala dan penawar niat buruk.
Tumpeng Robyong: Harapan akan kemakmuran dan kesejahteraan.
Ingkung: Representasi kejujuran batin atas keinginan terdalam manusia.
Jajan Pasar: Cermin keberagaman dan semangat gotong royong.
Tumpeng Panchabuta: Simbol harmonisasi manusia dengan alam dan unsur-unsur semesta.
Dimensi Spiritual, Sosial, dan Universal
Ritual ini memiliki tiga dimensi makna:
Pribadi: Proses pembersihan diri dari energi negatif dan kesialan hidup melalui kontak langsung dengan bumi (grounding).
Sosial: Sebuah bentuk protes diam terhadap konflik sosial, rekayasa politik, serta kecaman terhadap perilaku pejabat korup, licik, dan penuh kepalsuan.
Universal: Penghormatan kepada alam semesta, leluhur, serta seluruh makhluk hidup.
“Setelah sampai di Titik Nol, peserta akan duduk dalam formasi yang telah diatur. Kemudian dilakukan sesi peleburan niat dalam diam, baik secara pribadi maupun komunal,” jelas Eko Hand, Ketua Yayasan Taman Sesaji Nusantara.
Lampah Sesaji Rabuk Ayem Nagari menjadi cerminan dari perlawanan tanpa kekerasan, kontemplasi dalam keheningan, dan bentuk penghormatan terhadap bumi, leluhur, dan kehidupan itu sendiri. (trs/bams)
tapa-bisu-menyatu-dengan-tanah-di-jantung-malioboro