
MATARAM – Alokasi anggaran tunjangan perumahan dan transportasi untuk pimpinan, serta anggota DPRD NTB pada tahun 2025 mengalami kenaikan. Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTB 2025, kenaikan tersebut mencapai Rp10,3 miliar.
Dasar hukum penyesuaian tunjangan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) NTB Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat Atas Pergub Nomor 28 Tahun 2017, mengenai Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD NTB. Pergub tersebut ditetapkan pada 2 Januari 2025 oleh Penjabat (Pj) Gubernur NTB, Hassanudin.
Kenaikan tunjangan meliputi dua pos utama. Pertama tunjangan perumahan naik sebesar Rp2,2 miliar, dari Rp10,14 miliar menjadi Rp12,357 miliar. Kemudian tunjangan transportasi naik sebesar Rp8,1 miliar, dari Rp9,36 miliar menjadi Rp17,472 miliar.
Dengan perubahan ini, maka tunjangan perumahan untuk Wakil Ketua DPRD NTB ditetapkan sebesar Rp17.667.000 per bulan. Sedangkan anggota DPRD NTB menerima Rp15.755.000 per bulan.
Sementara itu, tunjangan transportasi ditetapkan sebesar Rp22,4 juta per bulan untuk seluruh pimpinan dan anggota DPRD NTB. Pergub juga mengatur standar kendaraan yang menjadi acuan sewa, yakni Ketua DPRD berupa mobil sedan atau jeep dengan kapasitas mesin maksimal 2.700 cc.
Selanjutnya Wakil Ketua DPRD yakni mobil sedan atau minibus dengan kapasitas mesin maksimal 2.500 cc. Sedangkan Anggota DPRD sedan atau minibus bensin maksimal 2.000 cc, atau minibus solar maksimal 2.500 cc. Tunjangan transportasi diberikan dalam bentuk uang, berlaku sejak pengucapan sumpah atau janji anggota DPRD.
Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda, mengaku baru mendengar kabar soal kenaikan tunjangan tersebut. Dia menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi bersama seluruh anggota dewan. “Nanti dievaluasi ya. Tentu kita bicarakan dengan semua anggota,” ujar Isvie, Senin (8/9/2025).
Meski demikian, Isvie menilai kebutuhan tunjangan transportasi dan perumahan memang penting, mengingat banyak anggota DPRD yang berdomisili di luar Kota Mataram. “Kan mereka jauh, ada yang dari Bima, Dompu, dan daerah lain se-NTB. Saya kira harus menunjang,” tambahnya.
Padahal sebelumnya, Isvie sempat menyatakan bahwa tidak ada rencana kenaikan tunjangan untuk anggota DPRD, mengingat kondisi masyarakat yang masih kesulitan akibat harga kebutuhan pokok yang naik.
Kenaikan tunjangan ini mendapat sorotan tajam dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB. Ketua Fitra NTB, Ramli, menilai keputusan tersebut tidak menunjukkan empati terhadap kondisi masyarakat yang sedang terjepit ekonomi.
“Ini cukup melukai rasa keadilan masyarakat yang sedang menghadapi kesulitan akibat harga-harga kebutuhan pokok naik,” kritik Ramli.
Ramli mendesak agar kenaikan tunjangan ini dibatalkan, mengingat prioritas pemerintah seharusnya lebih diarahkan untuk mengatasi persoalan rakyat miskin dan menjaga stabilitas harga bahan pokok.
Sebab, kenaikan tunjangan DPRD NTB senilai Rp10,3 miliar ini memunculkan perdebatan di ruang publik. Di satu sisi, ada argumentasi soal kebutuhan operasional dewan yang mayoritas berdomisili jauh dari pusat pemerintahan di Mataram. (rat)
soal-kenaikan-tunjangan-isvie-nanti-dievaluasi