
(IST/RADAR LOMBOK)
MATARAM – Upaya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) untuk mendapatkan relaksasi ekspor konsentrat tembaga hasil tambang PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), hingga kini belum juga membuahkan hasil.
Permintaan relaksasi tersebut, sebelumnya diajukan oleh Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Langkah ini ditempuh setelah ekonomi NTB tercatat mengalami kontraksi sebesar minus 1,47 persen pada triwulan I 2025, terutama akibat terhentinya ekspor mineral tambang.
Namun, Plt Kepala Dinas ESDM NTB, Wirawan Ahmad, menegaskan bahwa pemerintah pusat belum memberikan lampu hijau. Menurutnya, berbeda dengan kasus PT Freeport yang memperoleh relaksasi akibat kondisi kahar atau force majeure, situasi AMNT dinilai belum memenuhi kriteria tersebut.
“Jawabannya belum ada kebijakan dari pusat. Jadi pelarangan ekspor konsentrat tetap berlaku, karena relaksasi ekspor belum memenuhi kriteria force majeure seperti di Freeport, yang sempat alami kebakaran hingga menghentikan hampir seluruh proses produksinya,” ujar Wirawan Ahmad di Mataram, Senin (25/8).
Meski begitu, Pemerintah Provinsi NTB tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait pemberian relaksasi ekspor. Pasalnya, sektor pertambangan memiliki kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB.
“Kita terus berusaha terus berkoordinasi agar surat itu dapat dipenuhi sehingga hal ini tidak berdampak pada kontraksi ekonomi di NTB mengingat sudah dua triwulan ini kita kontraksi,” ujarnya.
Selain melobi pemerintah pusat, Pemprov NTB juga berkoordinasi dengan PT AMNT agar meningkatkan kinerja smelter. Diharapkan, smelter tersebut bisa segera beroperasi penuh sehingga konsentrat tambang dapat diolah menjadi logam bernilai tambah di dalam negeri.
Sambil menunggu keputusan pusat, Pemprov juga mendorong PT AMNT agar smelternya bisa beroperasi 100 persen. Kalau itu berjalan optimal, tentu memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi NTB agar bisa pulih normal.
“Sama-sama berharap namun kebijakannya di pusat, kita juga sudah bersurat dan kita terus mendorong sambil juga kita mendorong PT AMNT agar smelternya itu bisa beroperasi penuh,” katanya.
Wirawan menegaskan, kontraksi ekonomi NTB bukanlah alasan utama pemerintah pusat untuk mengabulkan relaksasi ekspor. Pertimbangan utama tetap pada kondisi smelter.
“Kalau di Freeport, konteksnya karena kebakaran. Sementara smelter AMNT belum optimal bukan karena bencana atau gangguan teknis, melainkan memang masih dalam proses penyelesaian. Jadi bukan kondisi kahar,” jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah juga terus mendorong agar AMNT mempercepat progres smelter supaya dapat beroperasi penuh. Hal ini dianggap solusi jangka panjang untuk menekan dampak ekonomi akibat larangan ekspor konsentrat.
“Makanya ini yang didorong terus oleh pemerintah agar segera beroperasi penuh. Bukan karena kondisi force mayor, bukan karena kebakaran ya, bukan karena bencana,” tandasnya.
Pada triwulan II 2025, ekonomi NTB tercatat tumbuh 0,82 persen (yoy). Meski beranjak positif, perbaikan ekonomi daerah masih tertahan karena sektor tambang belum pulih sepenuhnya. Sebelumnya, pada triwulan I, kontraksi tajam di sektor pertambangan menjadi alarm serius bagi perekonomian NTB.
“Tetap, Pemprov akan berjuang dan menyampaikan harapan ke pemerintah pusat supaya ekspor produk tambang segera normal kembali,” pungkas Kepala Diskominfotik NTB Yusron Hadi. (rat)
relaksasi-ekspor-pt-amnt-tertahan-ekonomi-ntb-tertekan