MATARAM – Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi memastikan pelajar yang ikut dalam aksi demonstrasi yang berujung ricuh, baik di Mapolda NTB dan Gedung DPRD NTB pada Sabtu (30/8/2025) lalu, tidak dilakukan penahanan, dan sudah dipulangkan ke orang tuanya.
Diungkapkan Joko, hanya satu pelajar yang sempat diamankan polisi, karena diduga terlibat dalam aksi perusakan fasilitas dan pembakaran di dua lokasi unjuk rasa tersebut. “Kita akan usahakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Kemungkinan besar kita diversi,” ujarnya saat konfirmasi via telepon, Rabu (3/9/2025) kemarin.
Joko menjelaskan, aturan dalam UU SPPA bertujuan melindungi kepentingan terbaik anak yang berhadapan dengan hukum. Proses diversi diupayakan untuk mencegah perampasan kemerdekaan, mewujudkan keadilan restoratif, mencapai perdamaian dengan korban, serta menanamkan tanggung jawab pada anak. “Kita sudah ada kesepakatan, anak tidak dilakukan penahanan, dikembalikan ke orang tua, dan hanya dikenakan wajib lapor,” tambahnya.
Menurut Joko, keterlibatan pelajar dalam aksi tersebut dipicu kebijakan sejumlah sekolah yang memulangkan siswa lebih awal saat kondisi belum kondusif. Akibatnya, para pelajar justru ikut bergabung dengan massa aksi. “Seharusnya dalam situasi seperti ini, siswa tetap di sekolah dulu sampai kondisi aman,” tegasnya.
Selain itu, Joko juga mengimbau para pelajar yang sempat menjarah inventaris DPRD NTB, agar segera mengembalikannya. Ia memastikan pelajar yang mengembalikan barang rampasan tidak akan ditahan.
“Kita berharap (pelajar) yang membawa (barang) inventaris bisa dikembalikan. LPA juga akan membantu prosesnya, dan kita berharap teman-teman kepolisian tidak melanjutkan proses hukum,” tandasnya.
Sementara itu, pihak Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram akan memanggil Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Hj. Baiq Isvie Rupaeda untuk dimintai keterangan terkait insiden pembakaran gedung DPRD NTB saat aksi unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat, Sabtu lalu.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, mengatakan pemanggilan Ketua DPRD NTB dijadwalkan pada Senin (8/9/2025) mendatang. “Keterangan Ibu Ketua DPRD NTB sangat penting untuk menindaklanjuti penanganan kasus ini,” ujarnya di Mataram, kemarin.
Selain Ketua DPRD NTB, polisi juga akan meminta keterangan dari sejumlah anggota dewan, staf, hingga petugas keamanan yang berada di lokasi saat kejadian. Langkah ini, kata AKP Regi, diperlukan untuk melengkapi berkas penyelidikan, terutama terkait pertanggungjawaban aset gedung dan nilai kerugian akibat insiden tersebut.
“Untuk bisa naik ke tahap penyidikan, kami perlu memastikan berapa besar kerugian, apa saja yang terbakar, dan tindak lanjut penanganannya,” jelas AKP Regi.
Kasat Reskrim menegaskan, penanganan kasus saat ini masih dalam tahap penyelidikan. Salah satu kelengkapan berkas, yakni hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), dan telah diperoleh. Dari hasil tersebut, polisi mengarahkan penyelidikan kepada pihak-pihak yang diduga sebagai pelaku pembakaran.
“Dari bukti rekaman CCTV dan video masyarakat, kami memastikan pembakaran (Gedung Dewan) ini bukan reaksi spontan, melainkan dilakukan dengan sadar. Ada yang membakar dari bawah, dan ada juga yang melempar botol berisi api (bom molotov),” ungkapnya.
Menurut AKP Regi, serangkaian bukti visual yang dikantongi kepolisian menunjukkan jelas cara massa melakukan pembakaran gedung. Hal ini semakin memperkuat arah penyelidikan terhadap para pelaku utama.
Lebih lanjut diakui lemahnya pengamanan di lokasi turut menjadi penyebab gedung DPRD NTB berhasil dibakar massa. Jumlah aparat yang terbatas saat itu, tidak sebanding dengan banyaknya massa aksi.
“Saat itu pengamanan terbagi di dua titik aksi. Bantuan baru tiba di gedung DPRD NTB ketika massa sudah lebih dulu menguasai lokasi,” kata AKP Regi, seraya menegaskan Polresta Mataram akan terus mempercepat proses hukum dan memburu pelaku pembakaran yang sudah teridentifikasi melalui bukti rekaman. (rie)
pelajar-yang-diamankan-sudah-dipulangkan