MATARAM – Penyelidikan dugaan penyimpangan dana pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus bergulir. Kali ini, giliran Anggota Komisi V DPRD NTB dari Partai Perindo, TGH Sholah Sukarnawadi, yang dipanggil oleh tim penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, untuk memberikan klarifikasi terkait alokasi dana pokir tahun anggaran 2025.
Pemeriksaan berlangsung pada Selasa (19/8/2025) kemarin, dan TGH Sholah membenarkan bahwa pemanggilan tersebut, memang berkaitan dengan dana pokir. “Saya datang memenuhi panggilan, memang terkait pokir,” ujarnya kepada awak media usai pemeriksaan.
Dalam pemeriksaan tersebut, Sholah mengaku dicecar sejumlah pertanyaan oleh jaksa penyelidik. Namun, ia enggan mengungkapkan secara rinci materi yang dibahas. “Ada beberapa pertanyaan, tapi soal detailnya silakan ditanyakan langsung ke penyelidik. Semua sudah saya jawab,” katanya.
Menanggapi isu yang beredar mengenai dugaan aliran dana sebesar Rp200 juta – Rp300 juta ke sejumlah anggota dewan, Sholah menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui hal tersebut. “Wallahualam, saya tidak tahu jumlahnya. Yang pasti saya ditanya, saya jawab,” tegasnya.
Legislator dari Daerah Pemilihan NTB III (Lombok Timur Utara) itu juga menekankan bahwa ia tidak pernah menerima dana yang dikaitkan dengan pokir, yang belakangan ramai disebut sebagai “dana siluman” di lingkungan DPRD NTB.
Sebelumnya, sejumlah nama penting di DPRD NTB telah lebih dahulu dipanggil oleh Kejati untuk dimintai keterangan. Mereka antara lain Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda, Wakil Ketua I Lalu Wirajaya, Wakil Ketua II Yek Agil, serta Anggota DPRD seperti Indra Jaya Usman, Abdul Rahim, Marga Harun, Ruhaiman, dan Nanik Suryati Ningsih.
Pemeriksaan terhadap para legislator ini menjadi bagian dari upaya Kejati NTB dalam mengungkap dugaan penyalahgunaan dana pokir yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.
Kejati NTB kini tengah mendalami kemungkinan adanya praktik penerimaan fee serta aliran dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dana pokir, yang seharusnya menjadi instrumen aspirasi masyarakat melalui program pembangunan, diduga telah disalahgunakan oleh oknum tertentu.
Penyelidikan ini menjadi sorotan publik karena menyangkut integritas lembaga legislatif dan transparansi pengelolaan anggaran daerah. Jika terbukti ada pelanggaran, kasus ini berpotensi menyeret lebih banyak pihak dan membuka tabir praktik korupsi yang selama ini tersembunyi. (rie)
kasus-pokir-dprd-ntb-kejati-giliran-periksa-tgh-sholah