Kapal pertama asal Tunisia yang bergabung dalam armada bantuan menuju Gaza resmi berlayar pada, Minggu (14/9/2025) waktu setempat, dari La Goulette, pelabuhan di utara ibu kota Tunis.
Melansir Anadolu, Kapal ini menjadi bagian dari Global Sumud Flotilla, konvoi internasional yang berupaya menembus blokade Israel di Jalur Gaza.
Menurut penyelenggara, kapal tersebut mengangkut lima aktivis, termasuk seniman Tunisia Mohamed Amine Hamzaoui. Ini merupakan kapal Tunisia pertama dari kontingen Maghreb yang terdiri atas 23 kapal Afrika Utara ditambah 22 kapal asing.
Pada hari yang sama, tiga kapal asal Spanyol juga berangkat dari pelabuhan Bizerte, Tunisia, untuk bergabung dengan armada lebih besar.
Penyelenggara mencatat, hampir 50 kapal dengan peserta dari 47 negara kini sudah berkumpul di pelabuhan Tunisia. Armada ini terdiri atas anggota parlemen, seniman, serta tokoh politik dari Eropa, Amerika Latin, Amerika Serikat, Pakistan, India, hingga Malaysia.
Inisiatif ini mulai disusun sejak bulan lalu, dengan keberangkatan awal dari Barcelona (Spanyol) dan Genoa (Italia). Dalam sepekan terakhir, kapal-kapal Eropa tiba di perairan Tunisia untuk bergabung dengan armada Maghreb sebelum melanjutkan perjalanan ke Gaza.
Penyelenggara menyebut misi ini tak pernah terjadi sebelumnya, berbeda dengan upaya terdahulu yang hanya melibatkan satu kapal. Biasanya kapal-kapal tersebut berhasil dicegat Israel dan para penumpangnya dideportasi.
Misi Kemanusiaan Terbesar untuk Gaza
Konvoi ini menjadi yang terbesar dalam sejarah, dengan tujuan menantang blokade Israel sekaligus menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, di mana kondisi kelaparan semakin parah akibat penutupan semua jalur perbatasan oleh Israel selama berbulan-bulan.
Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menewaskan hampir 65.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Bombardir tanpa henti membuat Gaza nyaris tak layak huni, memicu kelaparan massal serta penyebaran penyakit. (bil/iss)
kapal-tunisia-pertama-ikut-gabung-armada-besar-flotilla-untuk-terobos-blokade-israel