TANJUNG – Pembangunan fasilitas kolam oleh PT WAH di sempadan pantai Gili Trawangan tetap berlanjut.
Meski tiga kali dilayangkan surat teguran resmi, perusahaan tetap melanjutkan aktivitas tanpa tanda-tanda akan menghentikan pembangunan.
Kasat Pol PP Lombok Utara, Totok Surya Saputra, mengungkapkan bahwa teguran terakhir dilayangkan pada 11 Agustus 2025. Isinya jelas, perusahaan diminta menghentikan pembangunan serta membongkar sendiri bangunan yang telah berdiri. Namun hingga awal September, tidak ada gerakan sedikit pun dari pihak PT WAH.
“Surat teguran sudah jelas, tetapi tidak ada tindak lanjut. Lokasi itu berada di sempadan pantai yang seharusnya steril dari bangunan permanen,” tegas Totok saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (2/9).
PT WAH berkilah bahwa bangunan yang mereka kerjakan bukan fasilitas komersial, melainkan kolam yang dibangun di atas daratan bekas abrasi berat. Kolam itu, klaim mereka, bersifat gratis dan bisa digunakan masyarakat umum maupun wisatawan. “Awalnya untuk penahan abrasi, supaya tidak menjadi sarang nyamuk dibuatlah kolam. Itu untuk umum, bukan berbayar,” tutur Totok menirukan alasan pihak perusahaan.
Namun di balik narasi tersebut, pemerintah daerah menilai langkah PT WAH tetap menyalahi aturan tata ruang dan berpotensi merusak kelestarian pesisir. Jika pembiaran ini berlanjut, bukan mustahil akan muncul lebih banyak bangunan serupa di sempadan pantai. Data pemerintah daerah bahkan mencatat, saat ini sudah ada 72 bangunan berdiri di sempadan pantai Gili Trawangan, meski tidak semuanya permanen.
Anggota DPRD KLU dari Fraksi Golkar, Raden Nyakradi, menilai pemerintah daerah terlalu lunak. Baginya, teguran tanpa penindakan tidak lebih dari formalitas. “Ini sudah teguran ketiga. Kalau dibiarkan, masyarakat akan menilai ada pembiaran. Harus segera ada tindakan, bila perlu menggandeng aparat penegak hukum,” tegas Nyakradi.
Menurutnya, alasan penahan abrasi tidak bisa dijadikan pembenaran. Setiap pembangunan, apalagi di kawasan sempadan pantai, wajib memiliki izin resmi dari pemerintah daerah. “Sempadan pantai itu milik bersama, jangan sampai dikuasai perusahaan. Kalau alasan anggaran (penertiban) menjadi hambatan, bisa diusulkan lewat APBD Perubahan 2025,” tambahnya.
Nyakradi bahkan mengingatkan bahwa penertiban sempadan pantai pernah dilakukan saat kepemimpinan Bupati Najmul Akhyar di periode pertama. “Kalau pemerintah masih konsisten dengan aturan, penindakan harus segera dijalankan,” tandasnya.
Radar Lombok berupaya mengonfirmasi PT WAH terkait alasan mereka mengabaikan teguran pemerintah. Namun, hingga berita ini diturunkan, pesan yang dikirimkan ke salah satu pengelola perusahaan melalui WhatsApp belum mendapat respons. (der)
ditegur-tiga-kali-pt-wah-tetap-bangun-kolam-di-pantai