Airlangga Tegaskan Skema Burden Sharing Bentuknya Bunga, Bukan Penerbitan SBN BERITA WUKONG778 MUSIC

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian menegaskan, skema burden sharing yang diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Bank Indonesia (BI) untuk mendukung program prioritas Prabowo Subianto Presiden saat ini, berbentuk pembagian tingkat bunga surat berharga negara (SBN), bukan penerbitannya.

“Yang di-burden sharing-kan itu bukan dalam bentuk issuance (penerbitannya)-nya, tetapi dalam bentuk tingkat suku bunganya. Jadi sharing di bunga,” ujar Airlangga dalam konferensi pers Road to Harbolnas 2025 di Jakarta, Senin (8/9/2025) yang dilansir Antara.

Sebagaimana diketahui, kesepakatan antara Kemenkeu dan BI tersebut bertujuan menekan beban fiskal pemerintah agar pendanaan program perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih) dapat terealisasi.

Skema tersebut sebagai bagian dari kebijakan moneter ekspansif, yang mana BI membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Dana dari pembelian itu kemudian dialokasikan Kemenkeu untuk mendanai program ekonomi kerakyatan.

Lalu, beban bunga SBN ditanggung bersama oleh BI dan Kemenkeu melalui mekanisme burden sharing, masing-masing separuh.

Deni Surjantoro Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu bersama Ramdan Denny Prakoso Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI sebelumnya menerangkan, pembagian beban bunga dilakukan secara hati-hati untuk menjaga stabilitas.

“Pelaksanaan lebih lanjut dikoordinasikan dari waktu ke waktu sebagaimana yang selama ini telah berjalan secara erat,” ujar keduanya dalam pernyataan bersama di Jakarta.

Kesepakatan ini dituangkan dalam Keputusan Bersama (KB) tentang Tambahan Bunga untuk mendukung program pemerintah mewujudkan Astacita terkait ekonomi kerakyatan.

Mekanisme pembagian bunga dilakukan dengan membagi rata biaya realisasi alokasi anggaran program, setelah dikurangi imbal hasil dari penempatan dana pemerintah di lembaga keuangan domestik.

“Kesepakatan ini mulai berlaku tahun 2025 sampai dengan berakhirnya program Pemerintah tersebut,” tambah Kemenkeu dan BI.

Dalam implementasinya, pembagian beban dilakukan dengan pemberian tambahan bunga pada rekening pemerintah di BI.

Kebijakan ini sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas pemerintah sesuai Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23/1999 jo. UU No. 4/2023, serta Pasal 23 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Lebih lanjut, Kemenkeu memastikan bahwa pengelolaan APBN akan tetap ditempuh secara hati-hati melalui optimalisasi penerimaan, belanja yang tepat sasaran, serta strategi pembiayaan berkesinambungan.

Belanja diarahkan pada sektor dengan dampak pengganda besar (multiplier effect), termasuk program perumahan rakyat, dukungan bagi bank pemerintah yang menyalurkan pinjaman Kopdes Merah Putih, serta program ekonomi kerakyatan lainnya.

Meski demikian, dalam konferensi pers Kamis (4/9/2025) lalu, Bhima Yudhistira Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) mengingatkan agar BI tetap menjaga independensinya.

Ia menilai kesepakatan burden sharing kali ini perlu ditinjau kembali, mengingat kondisi ekonomi nasional saat ini masih stabil.

“Kalau pertumbuhannya di atas 5 persen, berarti bukan dalam kondisi krisis,” ujarnya, merujuk pada data BPS yang mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen pada kuartal II 2025.

Bhima menilai, burden sharing semestinya hanya diterapkan saat krisis, seperti pandemi Covid-19. Ia juga mengingatkan risiko tambahan likuiditas yang dapat memicu inflasi, mengganggu stabilitas keuangan, hingga menurunkan peringkat utang Indonesia.

“Independensi Bank Indonesia itu harga mati,” tegas Bhima. (ant/bil/iss)


airlangga-tegaskan-skema-burden-sharing-bentuknya-bunga-bukan-penerbitan-sbn