
MATARAM—Polemik royalti penggunaan musik menyeruak di kalangan pelaku perhotelan di Kota Mataram. Salah satu hotel berbintang bahkan menerima surat somasi dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) karena menolak membayar royalti tersebut.
“Ada hotel yang mendapat somasi dari LMKN karena menolak pembayaran royalti itu,” ungkap Sekretaris Asosiasi Hotel Mataram (AHM) Rega Fajar Firdaus di Mataram, Rabu (13/8).
Identitas hotel masih dirahasiakan, namun dipastikan merupakan anggota AHM. Somasi dilayangkan lantaran hotel itu dianggap memutar musik tanpa membayar royalti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Yang disesalkan AHM, pemberitahuan baru dikirim belakangan, padahal aturan sudah berlaku bertahun-tahun. “Tahu-tahu sekarang sudah dapat tagihan,” kata Rega.
Menurutnya, sejumlah hotel di Mataram telah menerima tagihan LMKN. Bedanya, hotel yang mendapat somasi adalah yang menolak membayar. Sebagai pengelola Hotel Grand Madani, Rega mengaku bersedia membayar, meski kondisi operasional sedang lesu. “Kami tetap kooperatif, tapi tidak bisa langsung bayar. Harus dianggarkan dulu,” ujarnya.
Sosialisasi tarif royalti sebenarnya sudah dilakukan LMKN di Kantor Wilayah Kementerian Hukum NTB akhir Juni lalu. Tarif dihitung berdasarkan jumlah kamar tanpa membedakan kelas hotel. Untuk hotel di bawah 100 kamar dikenakan Rp4 juta per tahun, sedangkan di atas 100 kamar sebesar Rp8 juta.
Hotel Grand Madani yang memiliki 59 kamar, misalnya, harus membayar Rp4 juta setahun. Hingga kini, baru Hotel Aston dan Hotel Ayom Suite yang tercatat sudah melunasi kewajiban itu. “Yang sudah bayar itu karena lebih dulu ditagih,” jelasnya.
Namun AHM menilai tarif tersebut cukup memberatkan, apalagi bagi hotel yang tidak rutin memutar musik. “Kami kan bukan usaha karaoke. Bahkan kalau TV di kamar dihitung juga, ya semua kena,” kata Rega.
Ia khawatir banyak hotel memilih mematikan musik untuk menghindari biaya tambahan, meski tetap tak lepas dari kewajiban jika memiliki TV di setiap kamar. Situasinya makin pelik karena ancaman sanksi cukup berat: pidana penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp4 miliar. “Mau tidak mau harus bayar, daripada operasional terganggu atau gaji karyawan tersendat,” ujarnya.
Meski ada tambahan beban biaya, AHM belum berencana menaikkan harga kamar. “Kalau dibebankan ke konsumen, justru makin berat,” kata Rega.
Untuk merespons persoalan ini, AHM akan menggelar rapat tertutup pada 23 Agustus mendatang. “Kami akan tampung semua masukan anggota dan koordinasi dengan Pemkot Mataram. Karena selain royalti, kami juga bayar pajak daerah,” pungkasnya.
Sementara itu, pengurus LMKN Naufal Muhidiastu saat dikonfirmasi soal hotel yang mendapat somasi dari LMKN tidak memberikan jawaban. (gal)
polemik-royalti-musik-hotel-di-mataram-disomasi-lmkn-ancaman-denda-miliaran-menanti