PROBOLINGGO – Menjelang Konferensi Cabang (Konfercab) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Kraksaan yang akan digelar di Ponpes Miftahul Ulum, Desa Jati Urip, Kecamatan Krejengan, muncul sorotan tajam terhadap arah kepemimpinan NU di daerah tersebut.
Rencana pemilihan melalui mekanisme Tim Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) untuk menentukan Rais Syuriah menuai perdebatan. Sejumlah kalangan menilai draf tersebut berpotensi membuka ruang bagi figur yang dinilai tidak layak memimpin.
Salah satu yang bersuara keras adalah Gus Muhammad Toyib Al Ghaufar, tokoh masyarakat Krejengan sekaligus pegiat anti-korupsi. Ia mengingatkan agar forum Muscab tidak ditunggangi kepentingan pribadi maupun kelompok.
“NU harus kembali ke ranah perjuangan aslinya, bukan dijadikan kendaraan politik. Apalagi jika ada nama-nama yang pernah terseret kasus korupsi, itu jelas mencederai marwah organisasi,” ujarnya.
Gus Toyib menyinggung kasus korupsi yang menyeret Hasan Aminuddin dan Puput Tantriana Sari, di mana Yayasan NU sempat disebut dalam proses hukum tersebut.
“Kalau rekening yayasan dipakai menampung gratifikasi, itu bukan hanya mencoreng NU, tapi juga melukai kehormatan para masyaikh. Kalau mereka lupa, biar saya yang mengingatkan,” tegasnya.
Ia bahkan mengibaratkan pengurus lama NU seperti air wudhu yang sudah musta’mal tetap suci namun tidak bisa lagi menyucikan.
“Jangan memaksakan diri maju sebagai kandidat kalau sudah tercoreng. NU adalah rumah bersih bagi orang bermoral, bukan tempat untuk kepentingan sempit. NU harus menyuarakan keadilan, melawan kebatilan, dan berpihak pada umat. Selama ini, suara itu justru bungkam,” tambahnya dengan nada tinggi.
Selain penolakan dari kader kultural, beberapa Majelis Wakil Cabang (MWC) NU juga menyuarakan aspirasi serupa. Mereka menekankan pentingnya kepengurusan baru yang berintegritas, khususnya pada posisi Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziyah.
Tuntutan perubahan ini tidak lepas dari proses hukum yang sempat menyeret PCNU Kraksaan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diketahui pernah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah kiai, bahkan menyita barang bukti dari kantor PCNU dalam kasus jual beli jabatan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait Hasan Aminuddin dan Puput Tantriana Sari.
Posisi Rais Syuriah menjadi titik krusial dalam arah kepemimpinan PCNU, mengingat peran strategisnya sebagai pengambil kebijakan organisasi sesuai AD/ART NU.
“Mari kita rekomendasikan tim AHWA yang memiliki integritas moral tinggi. Jangan sampai ada yang pernah tersangkut kasus korupsi. Publik menanti NU tampil dengan wajah bersih,” ujar salah satu Rois MWC NU yang enggan disebutkan namanya.
jelang-konfercab-pcnu-kraksaan-kader-kultural-nu-tolak-kepengurusan-yang-dinilai-mustamal