MATARAM – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat sedikitnya ada 13 koperasi di NTB yang telah mengajukan izin untuk menjadi Koperasi Pertambangan Rakyat. Pengajuan dilakukan baik melalui sistem Online Single Submission (OSS) maupun manual. Koperasi ini tersebar di lima kabupaten, yaitu Lombok Barat, Sumbawa, Dompu, dan Bima.
Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) ESDM NTB, Iwan Setiawan, menyampaikan bahwa sampai saat ini belum ada koperasi yang benar-benar tuntas perizinannya, maupun yang mulai beroperasi.
“Semua masih dalam tahap melengkapi dokumen. Belum ada yang clear ataupun sudah menambang. Dokumen yang harus dilengkapi itu banyak, termasuk izin UKL-UPL (lingkungan), susunan pengurus, hingga dokumen reklamasi pascatambang,” ujarnya di Mataram, kemarin.
Menurut Iwan, setiap izin bergantung pada jenis dokumen yang diajukan. Misalnya, izin lingkungan dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB. Sementara Dinas ESDM menyiapkan dokumen terkait reklamasi pascatambang. Adapun kewajiban iuran pertambangan rakyat (IPR) masuk ranah Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) melalui revisi Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
“Semua izin ini keluarnya dari Pemprov dalam hal ini Gubernur. Tapi prosesnya harus sesuai regulasi,” jelasnya.
Iwan menegaskan, meski ada kabar bahwa empat koperasi sudah mendapatkan izin Amdal, hal itu masih perlu dicek kembali. “Kalau soal Amdal itu lebih ke ranah LHK. Kami hanya mengurus soal IPR dan koperasi,” tambahnya.
Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Perizinan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Kewenangan pemberian IPR telah didelegasikan ke pemerintah provinsi.
Dengan dasar itu, Pemprov NTB berwenang menerbitkan izin pertambangan rakyat, baik untuk koperasi maupun perseorangan.
Untuk percepatan, Pemprov NTB sudah menggelar coaching clinic bagi calon penerima IPR agar memahami syarat dan dokumen yang harus dilengkapi. “Kita tidak terburu-buru, tapi simultan. Semua koperasi kita dampingi agar lengkap dulu dokumennya,” kata Iwan.
Iwan juga menegaskan bahwa IPR hanya bisa diajukan di dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), bukan di area lain apalagi di kawasan tambang yang sedang dalam kasus hukum. “Kalau dia berada di dalam IUP perusahaan, maka harus ada pencabutan dulu oleh kementerian. Jadi tidak boleh tumpang tindih,” tegasnya.
Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, satu WPR luasnya maksimal 25 hektare. Dari luasan itu, koperasi bisa mengelola maksimal 10 hektare, sementara untuk perseorangan maksimal 5 hektare. “Uang jaminan termasuk royalti masuk dalam skema IPR. Jadi semua terintegrasi,” tambah Iwan.
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menegaskan bahwa pengelolaan tambang rakyat lewat koperasi adalah keputusan nasional. “Sudah ada keputusan menteri dari pusat. Di sini kita hanya tinggal merealisasikan,” katanya.
Pemprov NTB bersama Polda NTB juga telah menyiapkan pilot project pertambangan rakyat sebagai uji coba untuk mengidentifikasi potensi persoalan yang mungkin muncul. “Sejelek-jeleknya yang legal, pasti lebih baik daripada ilegal. Karena yang legal bisa dikontrol dan diawasi,” tegas Iqbal. (rat)
13-koperasi-ajukan-izin-tambang-rakyat