
MATARAM – Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI turun tangan menyelesaikan sengketa lahan di Desa Buwun Mas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Pada Jumat (29/8), BAP DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur NTB, bersama sejumlah pihak terkait.
Forum ini menindaklanjuti pengaduan Komisi Independen Pengurusan Hak–Hak Lahan dan Tanah Terlantar (KIPHTL) NTB yang mewakili warga Dusun Pansing, Desa Buwun Mas.
Warga setempat telah menguasai secara fisik tanah bekas Hak Guna Bangunan (HGB) PT Lingga Permata Utama seluas 58 hektare selama lebih dari 25 tahun secara turun-temurun.
Mereka menuntut agar lahan yang sudah ditetapkan oleh Menteri ATR/BPN sebagai Objek Tanah Reforma Agraria (TORA) segera diterbitkan sertifikat hak miliknya (SHM).
Wakil Ketua BAP DPD RI, Yulianus Henock Sumual, menegaskan kehadiran DPD RI untuk memberikan dukungan kepada masyarakat.
“Kami membantu memfasilitasi sengketa agraria yang berlarut-larut, sekaligus memberi sumbangsih pemikiran atas laporan masyarakat terkait kerugian yang mereka alami, termasuk dampaknya bagi daerah akibat maladministrasi,” ujarnya.
Yulianus meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera menyelesaikan persoalan tersebut. Menurutnya, jika dibiarkan berlarut-larut, bukan hanya masyarakat yang dirugikan, tetapi juga iklim investasi terganggu dan potensi kriminalitas meningkat.
Berdasarkan pemeriksaan Kanwil ATR/BPN NTB, lahan yang dikuasai warga memang merupakan bekas HGB PT Lingga Permata Utama. Perusahaan itu memperoleh HGB pada 1992 dan 2000, yang berakhir pada 2012, namun lahan tersebut tidak pernah digarap.
Melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Lombok Barat, lahan itu ditetapkan sebagai Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Sebanyak 57 bidang tanah seluas ±58,55 hektare telah dialokasikan bagi warga penggarap, sesuai Surat Menteri ATR/BPN Nomor B/HT.03/2379/VIII/2023 tertanggal 8 Agustus 2023.
Namun hingga kini, surat tersebut belum ditindaklanjuti BPN Lombok Barat karena adanya penangguhan dari Bupati Lombok Barat atas permintaan PT Lingga. Yulianus menilai alasan itu tidak berdasar.
“BAP DPD RI telah menindaklanjuti pengaduan masyarakat ini dengan melaksanakan RDP bersama Kementerian ATR/BPN dan Kementerian PPN/Bappenas pada 28 November 2024,” jelasnya.
Dalam forum RDP ini, BAP DPD RI menegaskan tujuannya untuk memperoleh klarifikasi dari Kementerian ATR/BPN, Pemkab Lombok Barat, DPRD, hingga Ombudsman NTB.
Selain itu, mengidentifikasi akar masalah, hambatan penyelesaian sengketa, sekaligus menyusun rekomendasi strategis yang transparan, adil, dan akuntabel.
“DPD RI memastikan keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap perlindungan hak-hak masyarakat. Kehadiran BAP DPD RI memberi harapan besar bagi warga Dusun Pansing agar konflik agraria yang telah puluhan tahun berlangsung bisa segera dituntaskan, sehingga mereka memperoleh kepastian hukum atas tanah yang digarap turun-temurun,” tandas Yulianus.
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang ATR/BPN, Agus Sutanto, juga menegaskan dukungan penuh pemerintah pusat.
“Kami berkomitmen untuk sesegera mungkin menyelesaikan persoalan ini sesuai kaidah hukum. Proses redistribusi tanah memang membutuhkan anggaran, dan kami menargetkan penyelesaian pada awal tahun mendatang,” tegasnya.
Menurut Agus, pemerintah mulai memperkuat peran GTRA Lombok Barat agar penyelesaian berlangsung objektif sesuai ketentuan hukum.
Sementara itu, Pj Sekda NTB, Lalu Moh. Faozal, menekankan pentingnya penyelesaian sengketa lahan yang kerap muncul di kawasan pariwisata.
“Masalah pertanahan ini harus didudukkan secara objektif. Jika berlarut, investor tidak akan nyaman masuk ke NTB. Karena itu semua pihak, termasuk Bupati, DPR RI, dan BPN, harus duduk bersama,” ujarnya. (RL)
dpd-ri-fasilitasi-penyelesaian-konflik-lahan-warga-buwun-mas-dengan-pt-lingga-permata-utama