Royalti Ditunda, Hotel Kembali Bernyanyi BERITA WUKONG778 MUSIC

PUTAR MUSIK: Hotel di Kota Mataram sepakat untuk menyetel musik dan lagu lagi.
(Ali Ma’shum/Radar Lombok )

MATARAM – Suasana hotel-hotel di Kota Mataram kembali hidup. Setelah dua minggu terakhir memilih menutup alunan musik akibat tagihan royalti dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), kini para pengusaha hotel bisa kembali bernapas lega. Pemerintah pusat, DPR RI, dan LMKN sepakat mengakhiri polemik penarikan royalti sembari menunggu revisi Undang-Undang Hak Cipta.

Asosiasi Hotel Mataram (AHM) menyambut positif keputusan tersebut. Ketua AHM, Adyasa Kurniawan menegaskan, bahwa kesepakatan itu memberi kepastian bagi pelaku usaha. “Pelaku usaha bisa tetap beraktivitas normal. Kami senang pemerintah hadir dengan keputusan yang menenangkan. Dua bulan terakhir ini penuh keresahan, tapi sekarang dianggap selesai dulu,” ujarnya, Minggu (24/8).

Menurutnya, hotel-hotel sempat tertekan dengan tagihan royalti yang dianggap memberatkan. Bahkan beberapa hotel kecil memilih menghentikan musik sama sekali. “Setelah keputusan pemerintah, kami tidak perlu takut lagi. Wakil Ketua DPR RI sudah menjamin dalam dua bulan ke depan semua akan dikoordinasikan. Hotel kembali bisa hidup normal,” beber Adyasa.

Meski menyambut positif keputusan pemerintah, AHM tetap berharap aturan penarikan royalti ke depan lebih adil dan selektif. Ia menilai sistem pungutan berdasarkan jumlah kamar hotel yang diterapkan LMKN selama ini tidak sesuai dengan realitas.

Hotel dengan jumlah kamar di bawah 50 dikenakan Rp2 juta per tahun, 51–100 kamar Rp 4 juta, 101–150 kamar Rp 6 juta, 151–200 kamar Rp 8 juta, dan di atas 200 kamar Rp 12 juta. “Bagi hotel kecil dengan 20 kamar, membayar Rp 2 juta per tahun itu sangat berat. Sebaliknya, hotel besar dengan 200 kamar justru terasa ringan hanya Rp 12 juta. Ini tidak adil,” jelasnya.

Selain itu, AHM mengusulkan pembayaran royalti cukup dilakukan sekali seumur usaha, seperti sertifikasi halal untuk hotel yang berlaku permanen. “Kalau harus tiap tahun, tentu sangat memberatkan. Mungkin lebih baik ada skema sekali bayar bagi hotel yang memiliki fasilitas hiburan tertentu,” tambahnya.

Keputusan ini dinilai sebagai angin segar bagi sektor pariwisata di Mataram yang sempat terganggu. AHM menilai kehadiran pemerintah di tengah polemik royalti membuktikan komitmen menjaga iklim usaha tetap kondusif. “Yang paling penting, saat terjadi kegaduhan, pemerintah segera hadir. Itu membuat kami merasa dilindungi,” tegas Adyasa.

Dengan berakhirnya polemik sementara ini, hotel-hotel di Mataram kini bisa kembali memanjakan tamu dengan alunan musik tanpa rasa waswas. “Kami diminta untuk tidak khawatir dan tidak takut menyetel musik di tempat usahanya. Itu angin segar bagi kami,” pungkas Adiyasa.

Sekretaris AHM, Rega Fajar Firdaus juga menyampaikan keterangan yang sama. Setelah rapat internal dengan seluruh anggota AHM Kamis pekan lalu. Salah satu putusannya adalah AHM akan memutar musik kembali di hotel yang sempat terhenti sebelumnya karena mendapat tagihan royalti dari LMKN. “Betul kita sepakat akan setel musik,” katanya. (gal)


royalti-ditunda-hotel-kembali-bernyanyi